the shadows of curse #1



Delice bagai hidup didalam penjara batin yang membuatnya tersiksa, entah apa yang harus ia katakan pada arwah orangtuanya ketika tahu apa yang terjadi. Dipegangnya dengan erat beberapa catatan sejarah keluarga penting di kota London. Sejarah lama yang membangkitkan rasa takut delice, delice menangis seolah tak sanggup dengan kenyataan keluarganya, terutama generasi 101 generasi sebelumnya kini.
                “Kau tak apa?” Ucap saint yang memegang pundak delice. Delice hanya mengangguk terpaksa sambil melihat saint dengan pandangan yang amat menyedihkan.
                “Kita harus memilih nak, inilah sejarah nyata tentang keluargamu. Kau harus menerimanya.” Ucap Sir hannes, seorang pendeta tua penjaga salah satu gereja besar di timur London.
                “Memilih itu yang membuatku tak sanggup tuan.” Jawab delice pelan dengan gerakan bibir bergetar.
                

                 Suasana mulai hening, terdengar suara hela nafas delice dengan jelas. Bebunyian jarum jam menambahkan kejelasan suasana hening disana. Delice bingung, gundah, marah,dan yang terpenting ia sangat sedih. Derita adiknya merupakan dosa dari generasi terdahulu mereka. Dengan tubuh setengah lemah, delice berpamitan dengan Sir hannes, Sir hannes hanya mengelus rambut delice dan berkata “semuanya akan baik-baik saja ketika kau memilih yang bagimu itu yang terbaik.” Delice hanya tersenyum dan mengangguk, saint pun pamit dengan memegang catatan sejarah keluarga Hollmanister. Sedikit asing ketika mendengar nama keluarga itu, tapi itulah keadaan sekarang. Delice Swan Hollmanister, anak pertama dari generasi 113 dari keluarga sang ayah.



Delice pulang dengan tubuh lemah yang harus dituntun oleh beberapa pembantunya, ia meminta untuk diantarkan keruangan pribadinya. Langkah saint terhenti ketika pembantunya melarang dia masuk. Namun, untuk pertama kalinya. Aroma tubuh orang asing masuk kedalam ruang pribadi delice. Dari koridor rumahnya, tampak banyak sekali lukisan wajah dari generasi sebelumnya, hanya saja ada beberapa generasi yang tidak dipajang lukisannya, hanya catatan sejarah keluarga dari pendeta itulah yang dapat memberitahu rasa penasaran yang awalnya tidak ada.
                “Biarkan dia masuk.” Ucap delice yang melirik kearah belakangnya. Tampak saint yang ikut mengikutinya.
                “Apa tidak akan menjadi masalah jika ia tahu?” tanya salah satu pembantunya.
Delice hanya menggeleng dan terus berjalan menuju ruangan pribadinya. Saint merasa sedikit terganggu, ada sesuatu yang diam-diam memperhatikan geraknya. Ia langsung mendekati delice. Berharap perasaan takutnya itu hilang. Ketika akan memasuki ruangan delice, mereka melewati sebuah kamar yang besar dengan ukiran pintu yang indah. Sedikit terlihat dari luar, seorang laki-laki duduk menghadap jendela. Saint sempat berhenti, ia memandang laki-laki yang usianya sama sepertinya duduk menghadap jendela.
                “Hey kau, cepat jalan!” Tegur pembantu delice yang langsung menutup pintu kamar yang sedikit terbuka itu.
                Didalam ruangan, delice meminta untuk didudukkan di kursi nyaman menghadap jendela.
                “Ada lagi yang bisa kami bantu nyonya?” Tanya pembantu pribadi delice, Frau. Seorang laki-laki dengan tubuh yang kurus dan sedikit bungkuk  serta tatapan misterius yang sulit untuk ditebak.
                “Bawakan kami beberapa cemilan dan teh. Setelah itu tinggalkan kami.” Jawab delice dengan tatapan kosong kearah luar jendela.
                “Baiklah nyonya.” Frau langsung bergerak mundur dan meninggalkan kami.
Saint yang merasa tidak nyaman sedari melewati ruangan tadi pun langsung menarik kursi yang tidak jauh dari kursi delice.
                “ Siapa laki-laki yang ….” Pertanyaan saint berhenti ketika delice berdiri dan mengambil sebuah figura yang ia simpan dibawah bantalnya.
                “Ia adikku,  Dann Pieter Hollmanister. Saudara kembarku yang pertama dan terakhirku. Satu-satunya hartaku yang masih hidup dan satu-satunya harta yang harus aku lepas.” Ucap delice yang langsung menangis dan memeluk figura itu dengan erat. Saint hanya terpaku. Seolah petir disiang hari. Hampir 4 tahun mereka berteman, dan baru hari ini ia tahu, bahwa delice memiliki saudara kembar. Saint hanya diam dan tidak bisa bicara. Mulutnya terkunci, lidahnya pun ikut menjadi kaku.


               


-ketika kalian tumbuh dewasa, kalian akan tahu bahwa kami telah membayangi kalian dengan bayangan masa lalu yang masih menjadi hutang yang harus kalian lunasi-

 
Share:
Designed by OddThemes | Hai