Delice bagai hidup didalam penjara
batin yang membuatnya tersiksa, entah apa yang harus ia katakan pada arwah
orangtuanya ketika tahu apa yang terjadi. Dipegangnya dengan erat beberapa
catatan sejarah keluarga penting di kota London. Sejarah lama yang
membangkitkan rasa takut delice, delice menangis seolah tak sanggup dengan
kenyataan keluarganya, terutama generasi 101 generasi sebelumnya kini.
“Kau
tak apa?” Ucap saint yang memegang pundak delice. Delice hanya mengangguk
terpaksa sambil melihat saint dengan pandangan yang amat menyedihkan.
“Kita
harus memilih nak, inilah sejarah nyata tentang keluargamu. Kau harus
menerimanya.” Ucap Sir hannes, seorang pendeta tua penjaga salah satu gereja
besar di timur London.
“Memilih
itu yang membuatku tak sanggup tuan.” Jawab delice pelan dengan gerakan bibir
bergetar.
Suasana mulai hening, terdengar suara hela nafas delice dengan jelas. Bebunyian jarum jam menambahkan kejelasan suasana hening disana. Delice bingung, gundah, marah,dan yang terpenting ia sangat sedih. Derita adiknya merupakan dosa dari generasi terdahulu mereka. Dengan tubuh setengah lemah, delice berpamitan dengan Sir hannes, Sir hannes hanya mengelus rambut delice dan berkata “semuanya akan baik-baik saja ketika kau memilih yang bagimu itu yang terbaik.” Delice hanya tersenyum dan mengangguk, saint pun pamit dengan memegang catatan sejarah keluarga Hollmanister. Sedikit asing ketika mendengar nama keluarga itu, tapi itulah keadaan sekarang. Delice Swan Hollmanister, anak pertama dari generasi 113 dari keluarga sang ayah.
Delice pulang dengan tubuh lemah yang harus dituntun oleh
beberapa pembantunya, ia meminta untuk diantarkan keruangan pribadinya. Langkah
saint terhenti ketika pembantunya melarang dia masuk. Namun, untuk pertama
kalinya. Aroma tubuh orang asing masuk kedalam ruang pribadi delice. Dari koridor
rumahnya, tampak banyak sekali lukisan wajah dari generasi sebelumnya, hanya
saja ada beberapa generasi yang tidak dipajang lukisannya, hanya catatan
sejarah keluarga dari pendeta itulah yang dapat memberitahu rasa penasaran yang
awalnya tidak ada.
“Biarkan
dia masuk.” Ucap delice yang melirik kearah belakangnya. Tampak saint yang ikut
mengikutinya.
“Apa
tidak akan menjadi masalah jika ia tahu?” tanya salah satu pembantunya.
Delice hanya menggeleng dan terus berjalan menuju ruangan
pribadinya. Saint merasa sedikit terganggu, ada sesuatu yang diam-diam memperhatikan
geraknya. Ia langsung mendekati delice. Berharap perasaan takutnya itu hilang. Ketika
akan memasuki ruangan delice, mereka melewati sebuah kamar yang besar dengan
ukiran pintu yang indah. Sedikit terlihat dari luar, seorang laki-laki duduk
menghadap jendela. Saint sempat berhenti, ia memandang laki-laki yang usianya
sama sepertinya duduk menghadap jendela.
“Hey
kau, cepat jalan!” Tegur pembantu delice yang langsung menutup pintu kamar yang
sedikit terbuka itu.
Didalam
ruangan, delice meminta untuk didudukkan di kursi nyaman menghadap jendela.
“Ada
lagi yang bisa kami bantu nyonya?” Tanya pembantu pribadi delice, Frau. Seorang
laki-laki dengan tubuh yang kurus dan sedikit bungkuk serta tatapan misterius yang sulit untuk
ditebak.
“Bawakan
kami beberapa cemilan dan teh. Setelah itu tinggalkan kami.” Jawab delice
dengan tatapan kosong kearah luar jendela.
“Baiklah
nyonya.” Frau langsung bergerak mundur dan meninggalkan kami.
Saint yang merasa tidak nyaman sedari melewati ruangan tadi
pun langsung menarik kursi yang tidak jauh dari kursi delice.
“ Siapa
laki-laki yang ….” Pertanyaan saint berhenti ketika delice berdiri dan
mengambil sebuah figura yang ia simpan dibawah bantalnya.
“Ia
adikku, Dann Pieter Hollmanister. Saudara
kembarku yang pertama dan terakhirku. Satu-satunya hartaku yang masih hidup dan
satu-satunya harta yang harus aku lepas.” Ucap delice yang langsung menangis
dan memeluk figura itu dengan erat. Saint hanya terpaku. Seolah petir disiang
hari. Hampir 4 tahun mereka berteman, dan baru hari ini ia tahu, bahwa delice
memiliki saudara kembar. Saint hanya diam dan tidak bisa bicara. Mulutnya
terkunci, lidahnya pun ikut menjadi kaku.
-ketika kalian tumbuh dewasa, kalian
akan tahu bahwa kami telah membayangi kalian dengan bayangan masa lalu yang
masih menjadi hutang yang harus kalian lunasi-
Posting Komentar