– 𝒟𝑒𝓃𝒾𝓆𝓊𝑒 –
最後に
– 𝒜𝓀𝒽𝒾𝓇𝓃𝓎𝒶 –
Ini akan menjadi sesuatu yang sedikit emosional. Aku punya banyak gambaran atas ketakutan apa saja yang ingin aku hindarkan selama aku hidup. Beberapa di antara telah terjadi dan meninggalkan bekas luka yang begitu besar.
Akhirnya ketakutan ku akan segera menjadi kenyataan.
Aku biasa bergumam seperti itu sembari memperhatikan kalender yang terpasang di dinding kamar. Beberapa bulan lagi menuju perpisahan yang sebenarnya. Kami semua akan masuk ke dalam lingkungan bermasyarakat yang luas. Aku dengan tempat tujuan ku dan kau dengan tempat yang kau inginkan.
Kita akan menjadi orang asing yang tidak saling mengenal.
Aku rasa akan seperti itu.
Dalam sepekan ini dada ku semakin terasa sesak. Sepertinya aku harus segera memeriksakan diri agar bisa mengantisipasi penyakit ini. Aku penasaran dengan apa yang akan dikatakan dokter terkait dengan rasa sesak ini? Apa aku punya gangguan pernapasan? Atau jantung ku sebenarnya berada dalam kondisi tidak baik?
Sudahlah, aku pasti akan segera berpikir yang bukan-bukan. Tubuh ini sepertinya sedang menunjukkan respon menolak dari apa yang akan segera dihadapi. Kami akan berpisah–good bye, sayonar –seperti itulah mungkin. Deretan kata bermakna perpisahan seperti itu memang membuat ku cukup gemetaran.
Bagaimana mungkin bisa berpisah, bersama saja tidak pernah?
Tidak ada yang tidak mungkin. Dalam beberapa waktu ini tidak ada kata yang tersirat makna bahwa aku jatuh hati padanya. Obrolan kecil yang sama sekali tidak melibatkan perasaan. Aku menyunggingkan senyum ku. Sejak kapan aku menjadi gagu dalam bicara dengannya? Bukannya selama ini aku terlihat asik saja jika mengajaknya bercerita tentang ‘bagaimana aku dulu’. Kau bahkan terlihat tertarik–
Tertarik?
Apa selama ini kau memperlihatkan bahwa tengah peduli dengan masa lalu ku? Apa selama aku bercerita panjang, kau tengah larut dalam perasaan yang aku ciptakan?
Apa selama ini aku hanya bercerita sendirian?
Biar aku ulang sedikit, setiap kali aku menceritakan tentang masa lalu, apa kau terlihat seperti tertarik–aku rasa tidak–sepertinya aku sedang keliru dengan berpikir bahwa kau tertarik mendengarkan bagaimana aku sebelum bertemu denganmu.
Suatu kekeliruan jika menilaimu tertarik pada ku.
✦✦
Aku.
Kau.
Begitulah kira-kira dua individu yang ditempatkan pada satu keadaan. Hubungan yang terjalin hanyalah hubungan biasa yang tidak berperasaan. Tidak ada perasaan yang berbalas dalam hubungan ini. Hanya aku, tidak untuk kau. Mendapati hati ku tengah tercuri pada saat terakhir adalah hal menyakitkan. Berdua–kita–punya perasaan yang tidak akan selaras.
Aku dengan duniaku dan kau dengan duniamu.
Kita berdua punya jurang pemisah yang sangat besar. Tidak akan mudah melewatinya. Kau menutup jalan masuk menuju duniamu. Sedikit pun tak ada kau berikan pertolongan agar aku bisa melangkah mudah menuju hatimu.
Aku bersedih untuk ini. Aku bersedih untuk diri ku yang kembali terjebak dalam perasaan yang tidak menentu. Sikap pecundang ku pun semakin hari kian membesar, aku bahkan tidak mengambil langkah maju meski hanya sejengkal.
Lantas apa yang akan merubah aku dan kau menjadi kita?
Jawabannya hanya satu dan ini adalah jawaban yang sangat tepat.
Tidak akan ada satu hal pun yang bisa merubah keadaan kita. Di sini hanya aku saja yang memiliki rasa. Hanya aku. Lagipula angan untuk bersama sudah perlahan terbang, aku sudah tidak bisa berbicara santai seperti saat membahas tugas ataupun duduk berdua saat memeriksa pekerjaan lain. Aku juga sudah tidak bisa bersikap biasa setelah merasakan kebahagiaan tiap kali kau mengirim pesan hanya sekadar bertanya hal lain. Berlebihannya tadi, aku bahkan sampai memandangi kontakmu setiap kali membuka pesan.
Apa yang aku harapkan?
Aku hanya berharap suatu saat kau mengirimkan sebuah pesan yang tidak pernah kau kirimkan. Aku hanya berharap suatu saat di hari yang baik, kau akan memberikan sebuah pesan yang membuat ku bahagia.
Sebuah pesan yang menunjukkan bahwa kau sedang peduli pada ku.
✦✦
Malam ini hati ku sedang bergemuruh hebat.
Aku sudah kehabisan kata-kata untuk menggambarkan betapa aku mengingkan perasaan ini terbalas. Hari berganti hari ku habiskan dengan terus menyesali diri. Perasaan ini muncul karena aku sudah salah dalam mengartikan. Kebaikan yang diberikan hanya bisa sekadar pertemanan biasa yang akhirnya akan segera berpisah.
Yakinlah, aku sedang menangisi sikap bodoh ini.
Selalu saja berputar dalam perasaan seperti ini membuat ku semakin sulit untuk bicara. Rasa sadar diri ku perlahan menghilang seiring dengan percaya diri tinggi jika suatu saat perasaan akan terbalas.
Apa aku akan bahagia jika kau tidak memilih ku?
Pertanyaan rumit ini mendadak muncul. Tidak terpilihnya aku untuk membuatnya bahagia adalah satu hal yang menyakitkan. Lantas apa aku akan mendoakannya agar tidak berhasil jatuh cinta dengan orang lain? Aku rasa kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika kau melihat orang yang kau sayangi tengah berbahagia dengan orang yang disayanginya.
Aku harus segera bangun. Mimpi panjang ini kian mencekikku.
Aku.
Kau.
Adalah dua orang yang sedang mencoba menikmati suasana terakhir. Setelahnya kita pasti akan kembali pada jalan yang sudah dipilihkan Tuhan. Sebelum mengenal pun, kita adalah orang yang sudah merencanakan hal lain tanpa saling melibatkan.
Rasa sesak menahan rasa yang sedang menghuni dada ku bukan apa-apa jika dibandingkan dengan rasa sesak tujuh tahun lalu. Sesak menahan perasaan atau menjadi seorang pecundang adalah jalan yang selalu aku tempuh dalam masalah percintaan.
Cinta? Aku kembali menuliskan sebuah kata rumit yang maknanya tidak ku ketahui. Mungkin saat ini aku tengah membual. Mengatakan hal rumit seperti ini sebagai cinta atau semacamnya itu sangat melelahkan.
✦✦
Saat ini aku tengah memandangi layar ponsel. Sengaja ku bisukan agar nada lain tidak mengganggu lamunan ku. Jari ku seakan ingin bergerak. Menari di atas keyboard ponsel dan menuliskan sebuah kalimat. Setelahnya aku mulai mengumpulkan keberanian untuk mengirimkan pada salah seorang yang ku harapkan membaca pesan ku.
Kau. Aku berniat untuk mengirimkan pesan padamu.
Namun sesaaat kemudian aku tersentak, ini bukan seperti aku yang tiba-tiba saja mengirimkan pesan dengan isi aneh seperti ini. Lagipula tidak mungkin aku bertanya tentang apa yang sedang ia lakukan. Sepertinya aku mulai kehilangan akal sehat.
Ku letakkan kembali ponsel itu dan menutupnya dengan bantal. Hampir saja aku berbuat suatu hal yang tidak biasa ku lakukan. Aku hampir mencederai penilaiannya terhadap ku.
Maaf, aku tidak pernah bermaksud mengganggumu.
✦✦
Aku merebahkan tubuh ku, memandang langit kamar dan mencoba untuk menggapainya. Aku ini tidak punya kemampuan untuk menatap lama mata mu yang selalu saja mencuri perhatian ku. Aku tidak kuat. Bisa-bisa aku tersenyum lebar untuk menggambarkan bahwa ini adalah momen terbaik dalam hidup ku.
Beritahu aku, apa yang harus aku lakukan?
Aku bahkan tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana hubungan ini ke depannya. Hubungan ini terlalu rapuh jika memiliki jarak. Hubungan yang selalu aku cemaskan ini saja tidak pernah memiliki bentuk. Bukankah selama ini sudah jelas jika aku hanya memaksakan perasaan ini untuk berdiam lama di hati?
Malam ini juga aku sedang merasa bahwa masa dimana kita tidak saling menyapa akan semakin dekat. Bukankah aku pernah bilang padamu bahwa ada satu pertanyaan yang ingin ku tanyakan? Itu adalah pertanyaan tersulit yang ingin ku tanyakan.
Bisakah suatu saat kau membuka hatimu untuk ku?
Aku ingin mengatakan secara lantang di saat kita bertemu, sambil menikmati hidangan sederhana di pinggir jalan. Aku ingin segera mengatakannya sebelum semua terlambat.
Tapi apa yang aku harapkan? Sebuah jawaban manis pertanda bahwa hubungan kami berjalan dengan sempurna? Bahwa selama ini aku tidaklah jatuh hati sendirian? Apa aku sedang berharap jawaban iya dan kami akan berbahagia selamanya.
Konyol sekali, aku.
Sepertinya aku mengesampingkan sebuah kenyataan.
Di mata mu, bukan aku yang bisa membuatku berbinar. Aku hanyalah orang biasa yang kau tanggapi dengan biasa. Tidak secuil pun kau letakkan perasaanmu untuk ku. Kebahagiaan yang kau harapkan, semua tidak ada pada ku.
✦✦
Apa kau ingat di saat aku menceritakan tentang masa lalu? Aku sedikit berharap suatu saat kau mulai menceritakan bagaimana kau dulu. Meskipun aku akan kembali mendengar nama ‘dia’ yang kau cintai, aku akan tetap mendengarnya hingga bosan. Kali pertama bagi ku, mendengarkan cerita orang lain dengan tanggapan yang berbeda.
Beritahu aku tentang dirimu yang dulu, maka aku akan menjadi pendengar yang baik.
Diam-diam kau memberitahuku bahwa kau suka sesuatu yang manis. Kau juga memberitahu ku bahwa dari dulu kau tidak suka memaafkan. Sejauh ini, aku hanya tahu kau orang yang sering telat makan. Jika sudah bermain game, maka kau akan lupa untuk tidur. Kau juga suka dengan sikapmu yang pendiam. Kau hanya suka berbicara dengan orang yang kau inginkan saja.
Maaf, saat ini aku mendadak egois. Aku merasa jika aku ingin menghabiskan waktu lebih lama denganmu. Sehari penuh sambil diisi dengan topik pembicaraan yang tidak berujung. Berharap dari pembicaraan ini akan menimbulkan efek besar dalam hatimu.
Aku ingin mengurangi jaraknya. Setidaknya 1cm saja sudah membuat ku bahagia. Aku ingin mulai mengerti dirimu dan kau mulai tertarik dengan diriku. Apa aku terkesan memaksa? Sepertinya iya, aku terkesan seperti orang egois yang mengharapkan pengertian dari orang yang tidak pernah menyukaiku.
Maaf. Aku terlalu egois karena ingin mengenalmu.
✦✦
Pernah kau ingat di saat kita makan berdua? Aku berharap bisa mengulanginya di kesempatan lain. Bercerita hingga larut lalu kembali ke rumah masing-masing. Asal kau tahu saja, sepulang dari sana aku pergi berdo’a. Meminta pada Tuhan menggerakkan hatimu walau hanya sedikit. Ingin sekali rasanya aku mendapatkan ajakan darimu. Ingin sekali aku mendapatkan sebuah balasan berkalimat manis darimu.
Apa itu mungkin?
Sepertinya tidak. Aku sadar ini dan aku pun sudah paham dengan keadaan. Aku tertawa sedikit keras. Sepintas aku memikirkan suatu hal yang menggelikkan. Kepala ku kembali membuat sebuah imajinasi bahwa aku akan menjadi dewasa lalu tua dengan orang yang aku cintai. Letak lucunya adalah aku ingin kau yang bersama dengan ku.
Apa itu tidak boleh?
Sepertinya iya. Aku tahu benar bahwa sedikit pun kau tidak mendekatkan dirimu pada ku. Dari awal aku jatuh hati, aku hanya sendirian. Aku kembali lagi menjadi orang tidak tahu diri yang jatuh cinta pada orang yang tidak mencintai ku.
Maaf jika aku menyukaimu.
Maaf jika aku menjadi orang yang ingin memilikimu.
Maaf juga jika aku menjadi orang yang selalu berharap denganmu.
Aku tidak bisa menghilangkan namamu begitu saja, jadi berikan aku waktu hingga kita benar-benar terpisah dan tidak bertemu.
Sekali lagi aku hanya ingin katakan bahwa aku menyukaimu.
Mungkin setelah semua selesai, tidak akan ada lagi percakapan konyol. Tidak ada lagi pesan singkat bahkan tidak akan ada lagi basa-basi untuk bertemu. Sesaat semua selesai, kita berdua hanyalah orang lain yang tidak saling mengenal.
Terima kasih, aku akan membaik di kemudian hari.
Maka dari itu, aku harap kau berbahagia dengan dia yang kau sayangi.
Akhirnya, aku mulai mengakhiri semua rasa yang tak pernah dimulai. Ini adalah rasa yang hanya melibatkan satu orang. Kau hanya orang yang ku paksakan untuk hadir dalam hati ku. Rasa egois ini akan semakin besar dan tak berujung.
Sampai jumpa, kau yang hanya akan menjadi angan.
✦✦
.