あなたの心の片隅に
𝒟𝒾 𝓈𝓊𝒹𝓊𝓉 𝒽𝒶𝓉𝒾𝓂𝓊
Aku tidak pernah menjadi orang yang baik dalam bercerita.
Tidak pandai dalam merangkai suatu pembukaan ataupun meletakkan majas hiperbola untuk penutupnya. Bahkan aku termasuk orang yang tidak bisa menemukan ide untuk menceritakan sesuatu yang mewah.
Semua tergambar lalu memudar di saat yang bersamaan. Beberapa detik lalu aku sudah memikirkannya sambil membersihkan ranjang yang ingin aku tiduri. Lalu beberapa detik kemudian aku termenung di depan layar sambil memikirkan kalimat seperti apa yang bisa ku ceritakan. Semua hal di dalam hidup ku terkesan menarik untuk ku kenang. Beberapa memori pahit teringat dengan sangat jelas. Aku bahkan masih sering gemetar hebat jika mengenang kenangan busuk yang seharusnya aku buang.
Aku tidak akan pernah tersakiti. Keyakinan seperti itu perlahan menghancurkan ku. Aku bahkan bisa mendengar suara retakan hati di setiap hal yang selalu aku yakini. Tidak terhitung lagi momen ketika aku menangis semalam, menutupi wajah dengan bantal lalu menarik selimut hingga menutupi tubuh. Setiap kenangan itu akan selalu teringat jika aku masih ada. Bahkan aku yakin meskipun nanti aku hanya tinggal nama, kenangan itu akan terus bergulir pada setiap orang yang mengingatnya.
Aku bukan pendengar yang baik.
Seperti itu lah aku, aku tidak tertarik dengan kenangan orang lain. Lagipula aku ini bukanlah orang yang bisa memberikan saran bijak ataupun kalimat penenang tiap kali manusia lain bercerita. Aku hanya sekadar menggunakan telinga ku agar semakin terasah saja, sejujurnya aku sangat tidak tertarik untuk mendengarkan orang lain yang memiliki pandangan berbeda. Aku benci berdebat, hanya akan memunculkan rasa ego baru di setiap kalimatnya. Jadi aku hanya bisa bersikap sewajarnya ketika salah seorang menceritakan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Menganggukan kepala ataupun mengucapkan kalimat singkat seolah aku masuk dalam pembicaraan adalah tanggapan umum yang bisa diberikan oleh para pendengar.
Lalu apa gunanya aku membahas itu semua? Aku tidak tahu, tiba-tiba saja terlintas oleh ku yang sekarang butuh seseorang untuk mendengarkan apa yang aku rasakan. Semoga saja suatu nanti akan ada orang yang ingin mendengarkan tanpa memiliki sifat menyedihkan seperti ku.
Aku sedang duduk termenung di depan cermin. Memandang sosok yang sedang duduk di sana. Dengan kaos hitam dan celana tidur. Dia bahkan terlihat lebih kusut dari biasanya. Dia menelengkan kepala lalu mengangkat sebuah gelas plastik berisikan minuman segar.
Bukan kah itu aku? Aku menyipitkan mata ku, tak terbayangkan bahwa aku sudah berubah menjadi sosok beraut wajah kusut. Biar aku tebak, ini adalah hasil dari memikirkan hal sulit yang berhasil mengacaukan pikiran ku.
✦✦
Pagi itu aku tidak terlalu ingat apa yang terjadi. Aku baru saja terbangun dari tidur singkat saat mengikuti kelas pagi. Terjaga karena salah seorang mahasiswa tertawa kencang dari deretan belakang bangku. Di antara lima orang yang tertawa, ada seseorang yang sedikit mencuri perhatian. Seseorang bertubuh biasa sedang duduk meringkuk sambil menopang dagu. Sebelah tangannya nampak memainkan ponsel sambil sedikit memperlihatkan garis senyum.
Aku tidak ingat ada dia juga duduk di sana. Seingatku, tempat itu diisi oleh laki-laki bertubuh gempal dengan kacamata petak yang dikenakannya. Lagipula aku sudah berada di kelas dari pukul delapan pagi, kapan dia masuk? Pertanyaan rumit mulai mengisi kepala ku.
Kelas ini berada di lantai tujuh gedung belajar, tidak mungkin orang ini menyelinap masuk dari jendela belakang. Baiklah, aku sudahi pemikiran ku yang mulai aneh. Ini masih menjelang siang dan aku sudah memakai otak ku hampir 50 persen untuk berpikir.
Siapa namanya? Tanya ku yang sedikit melirik. Dia hanya berjarak dua bangku dari tempat duduk ku. Dia bukanlah tipe ku. Aku tidak pernah tertarik dengan orang bermata sendu sepertinya. Aku akui dia memang tampil dengan rapi. Gaya berpakaian yang biasa seperti mahasiswa lainnya. Sederhana dan misterius. Dia bahkan terlihat seperti orang pendiam yang tidak terlalu suka diganggu.
Aku tidak ingin memulai percakapan.
Itu adalah niat awal ku yang aku jaga hingga di tahun kedua. Namun sayang sekali, niat mendadak luntur seiring dengan seringnya terlibat dalam aktifitas belajar. Aku sering berinteraksi dengannya walau sekadar bertanya tugas. Aku tidak maslaah untuk hal itu. Toh yang harus aku ingat adalah aku tidak boleh berkomunikasi dengan orang yang bisa saja memiliki pemikiran rumit sepertinya.
Dia adalah orang yang seharusnya aku hindari. Berdebat dengan orang sepertinya hanya akan menimbulkan kerumitan yang berkelanjutan.
Perawakan yang biasa. Tatapan mata yang terkadang sendu lalu berubah menyala. Setiap gerakan yang selalu terjaga. Dia seolah menebarkan penampilan misterius yang sedikit membuat ku penasaran.
Apa dia sedang membohongi orang lain? Apa dia sedang mengajak orang lain untuk percaya bahwa dirinya adalah orang yang tidak ingin diganggu? Apa dia akan baik-baik saja jika seperti ini terus?
Pertanyaan itu spontan tergambar. Menggelikan. Aku ini berani menilainya secara gamblang. Aku tidak tahu diri bisa menilai hal seperti itu pada orang yang bahkan tidak pernah punya waktu lama untuk berbincang. Dia selalu saja duduk di sudut terdalam ruangan. Hanya akan menoleh jika dipanggil dan hanya akan menjawab jika ditanyai. Bukankah itu sikap yang sedikit membosankan?
✦✦
Aku mencoba untuk menjadi orang yang tidak peduli. Semua orang memiliki sifat yang menjengkelkan jika terlalu nyaman dipedulikan oleh orang lain. Lupa diri dan menjadi egois. Aku tidak ingin menjadi orang yang jahat karena orang-orang seperti itu.
Pernah suatu hari dia datang sambil membawa tas punggung. Duduk di samping dengan perasaan sedikit cemas. Aku tidak tahu bahwa dia adalah manusia normal yang bisa mengalami rasa cemas yang berlebih. Dia mendekatkan wajahnya dan sedikit berbisik.
“Bisa minta tolong?” tanyanya.
Pupil mata ku melebar. Aku bahkan tidak bisa melanjutkan tulisan ku. Dia berhasil membuat ku terdiam.
Apa yang sedang ku pikirkan saat itu?
Aku sedang berpikir dia sudah menyerah menjadi orang acuh yang tidak membutuhkan pertolongan orang lain. Dia sudah lelah berbohong dan dia berhasil menghancurkan semua niatan awal untuk menjaga jarak darinya.
Di saat aku menyadari bahwa dia mulai menyelinap masuk ke dalam pikiran ku. Dia masuk dan terus mengisi semuanya sampai penuh. Tinggal menunggu waktu saja sampai perasaan ini akan meluap.
Lagi-lagi aku jatuh hati pada orang yang tidak bisa aku gapai.
Apa perasaan tujuh tahun itu tidak cukup bagi ku? Kenapa aku harus mulai membuat hubungan baru? Ini adalah kekeliruan yang mengacaukan pikiran ku. Seharusnya aku segera sadar diri dengan keadaan.
Dia adalah apa yang tidak akan pernah ku sentuh.
✦✦
Berawal dari orang yang tidak kenal menjadi orang yang semakin ingin aku kenali. Pikiran egois kian mengebu di dalam hati. Berubah menjadi keserakahan untuk memiliki. Aku kehilangan akal sehat, di saat berdua saja sambil membicarakan hal umum membuat ku semakin berharap. Bisa kah suatu hari kau bertanya tentang apa yang aku sukai? Ataupun pembahasan lain yang terkesan bahwa kau juga tertarik.
Dan sekali lagi, aku tengah jatuh cinta sendirian.
Aku merasa bahwa aku adalah manusia payah dalam masalah hati. Menjaga perasaan agar tidak membebani hati saja aku tidak mampu. Berharap namanya bisa ku tuliskan selamanya dalam hati. Hanya aku saja yang menulis. Sedangkan dia–aku tidak tahu. Aku tidak berniat untuk tahu.
Hubungan platonik ini membuat ku sedikit gemetar.
Aku bahkan tidak bisa menyebutnya sebagai platonik. Aku sudah melenceng terlalu jauh, di sini aku sudah melibatkan perasaan. Bahkan aku diam-diam sudah menjadi seseorang dengan rasa penasaran tinggi tiap kali bertemu dengannya. Aku bahkan menjadi orang yang tidak menghargai privasinya karena sering sedikit mengintip layar ponsel miliknya tiap kali dia membukanya.
Aku hanya berharap tidak ada nama orang lain yang kau sukai di sana.
Aku egois, kan?
Tentu. Aku akan menjadi egois jika berhubungan dengan ini.
Aku tidak ingin melihat hal yang akan mengecewakan perasaan sepihak ini. Meskipun sebenarnya ada orang lain yang mengisi hatimu. Aku yakin, itu bukan aku.
Ketakutan sebenarnya adalah ketika kau semakin jauh hingga tak tergapai.
Apa yang aku inginkan sampai detik ini?
Aku hanya ingin suatu saat tangan yang bisa kau gunakan untuk menggenggam tangan orang lain akan menggenggam tangan ku yang selalu ku ulurkan di belakangmu. Harapan terbesar dan terburuk adalah kita lebih sekedar berteman. Aku hanya ingin suatu saat hatimu akan sampai pada ku.
Aku tidak ingat tentang apa yang membuat kita semakin dekat. Hanya saja kita punya pemikiran yang sama. Saling membutuhkan untuk hasil yang menguntungkan. Yang bisa ku pastikan adalah kedekatan ini bukan karena disengaja.
✦✦
Kita berada pada dunia yang sama. Berdiri di bawah langit yang sama. Menghirup udara yang sama. Tapi kenapa perasaan kita tidak pernah terhubung?
Aku ingin segera menghubungkannya.
Tapi aku adalah pengecut yang mencoba untuk lari dari kenyataan. Aku tidak bisa mendengar sebuah jawaban yang menyesakkan. Sisi negatif ku muncul, membisikkan suatu kalimat yang menjelaskan bahwa kau sama sekali tidak menyukai ku.
Dan sialnya lagi, aku tidak punya keberanian untuk menerima hal terburuk.
Aku ingin menjadi penyihir. Memiliki tongkat dan hapal setiap mantra.
Aku ingin meletakkan sihir kecil tiap kali bertemu denganmu. Meletakkan sebuah mantra kuat yang bisa mengikatmu ataupun membisikkan sebuah kalimat penuh makna yang bisa membuatmu terpikat.
Tapi sayangnya, aku hanya orang biasa yang akan berdiri di garis akhir sendirian.
Sedikit pun tidak akan pernah kita melangkah bersama. Sedikit pun tidak akan pernah. Kau pada pilihanmu yang bukan aku. Dan aku akan pada pilihanku yaitu kau. Nama ku tidak ada dalam catatan indah yang telah kau buat. Nama ku hanyalah penghias masa lalumu menuju masa depan.
Aku tidak bisa menerima sedikit pun jika suatu saat tahu bahwa masa tua mu akan dihabiskan dengan orang lain. Aku bahkan merasakan sakit tiap kali kau menyebutkan orang lain yang kau sayangi.
Aku cemburu mendengarnya. Jadi bisakah kau hentikan menyebutkan sebutan itu?
Aku tidak tahu diri. Siapa aku yang beraninya cemburu pada hal yang ia sukai?
Aku hanya orang asing yang jatuh cinta di saat terakhir dan aku hanyalah orang lain yang sudah disiapkan untuk dilupakan. Kita hanyalah dua orang biasa yang sering berbicara konyol. Bahagianya aku jika merasa berhasil membuat sebuah garis senyum saja pada wajahmu. Aku merasa sangat bahagia.
Kau tahu kan bagaimana rasanya melihat orang yang kau sayangi bahagia?
Nah begitulah perasaan ku.
✦✦
Aku mulai di saat tahun lalu kau bercerita bahwa kita di posisi yang sama. Aku bahkan tertarik setelah kau dan aku terlibat dalam keadaan yang sama. Kau dengan sifat misteriusmu dan aku dengan sifat menggangguku.
Kita terhubung, setidaknya itu yang ingin aku yakini.
Aku mencoba untuk tidak berpikir bahwa aku sedang jatuh hati. Aku membuang rasa aneh yang sama sekali tidak aku mengerti. Aku tidak ingin terjebak dalam sebuah rasa yang tidak seimbang. Hingga akhirnya lambat laun, semua waktu yang melibatkan kita menimbulkan suatu rasa yang menyesakkan. Bahkan aku pernah menangis dalam doa agar Tuhan membelokkan perasaanmu dan menuju ke arah ku.
Dan aku sadar satu hal.
Sekeras apapun doa yang aku panjatkan, jika Tuhan berkata tidak–maka tidak akan pernah terjadi. Tidak akan ada jarak yang semakin menipis. Justru tiap saat menambahkan jaraknya hingga tak terhitung.
Aku tidak bisa menggapaimu jika kau jauh.
Aku bukanlah si tangan panjang yang bisa mencuri apapun. Aku juga tidak punya keahlian untuk menarik perhatian seseorang. Tidak ada sedikit pun kelebihan yang aku miliki untuk membuatmu jatuh cinta. Aku akui bahwa aku sudah kalah.
✦✦
Aku menoleh. Mata ku seketika berbinar. Mendapati salah satu telinga ku menangkap pembicaraan yang membuat ku tertarik. Satu orang bilang bahwa hubunganmu sudah putus. Sejujurnya saat itu aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku bahkan tidak tahu harus memakai ekspresi apa saat itu. Aku tahu benar bagaimana rasa sakitnya jika ditinggalkan.
Bertahun membangun sebuah hubungan yang indah. Tidak terhitung waktu yang dihabiskan untuk saling membahagiakan lalu hancur semua karena satu alasan. Kau akan menyakiti dirimu jika semuanya selalu kau kenang.
Bagaimana perasaan ku sekarang ketika tahu dia tidak punya pasangan?
Bohong jika aku merasa tidak bahagia. Justru aku bersyukur jika tidak ada orang sedang dekat denganmu. Aku akan bergerak bebas untuk mengirimkan beberapa isyarat bahwa aku menyukaimu. Aku akan mulai dengan sebuah rencana konyol yang sudah aku buat. “Membuatmu jatuh cinta pada ku” mungkin seperti itulah judul dari rencana yang sedang aku buat.
Awalnya aku berpikir semua akan berjalan dengan mudah.
Hingga suatu hari, dada ku kembali merasakan sesak. Aku bahkan tidak bisa mengatur nafas. Mendapati sebuah nama baru dengan percakapan yang biasa, aku sedikit membacanya dengan jelas.
Aku merasa kembali kalah.
Seinagt ku, tidak pernah ada pembicaraan lain yang kita bahas dalam berbalas pesan. Hanya terpaku pada materi belajar ataupun hal lain yang masih dalam lingkaran pendidikan
Nee, apakah suatu saat kita bisa saling berkirim pesan dengan isi bertanya sedang apa? Aku ingin merasakan hal lain yang biasa kau lakukan pada teman wanita mu. Apa mungkin kita hanya terhubung sebagai teman untuk tahun terakhir saja? Aku hanya ingin suatu saat kita bisa berbincang normal layaknya seorang pria dan wanita biasa.
Aku tidak ingin menjadi temanmu.
Sesekali, coba tanyakanlah kabar ku. Maka aku akan menjawabnya dengan cepat.
✦✦
Aku merasa seperti orang bodoh yang selalu saja berdiam diri di satu tempat dengan waktu yang lama. Aku menunggu sendirian sambil terus mengusap dada yang terus merasa sesak. Aku bahkan sering mencoba menghibur diri, berharap suatu saat hati mu tergerak untuk sekadar memanggil nama.
Di sudut hatimu, aku hanyalah orang lain yang selalu meminta sebuah kesempatan untuk mencoba mengetuk hatimu. Kau tidak peka, aku bahkan selalu membisikkannya sembari kau duduk di depan ku.
Aku menyukaimu, ucap ku sambil menurunkan kaca helm lalu tersenyum lebar. Sedangkan kau, hanya terpaku pada jalanan dan terus memacu laju kendaraan.
Tunggu sebentar, apa aku barusan menyebutkan sebuah kalimat konyol?
Mengetuk hati?
Apa aku sedang bercanda? Mana mungkin aku berani melakukan hal yang terkesan agresif seperti itu. bahkan saat berbicara sebentar dengan mu saja sudah membuat ku salah tingkah. Tidak, lebih baik ku urungkan saja. Aku tidak mau kau menjadi hilang rasa peduli ataupun merasa jijik karena terus ku jejalkan kalimat penyambung percakapan yang bernadakan agresif dan sarat akan pengakuan cinta.
Tidak, aku tidak mungkin seperti itu.
Kau hanya manusia normal dengan kebiasaan umum. Kau pasti akan mengambil jarak lebar untuk menjauhi diri ku. Bahkan kemungkinan terburuk adalah kau akan kembali pada duniamu sendiri. Mengurung diri lalu berbahagia dengan hal lain.
Aku tidak ingin itu.
✦✦
Aku akan kembali mengunakan kata ‘cinta’ untuk menggambarkan perasaan ini. Aku sadar benar bahwa aku bukan siapa-siapa dibandingkan dengan orang yang ada di sekitarmu. Makhluk asing yang baru saja masuk, itulah aku.
Layaknya sedang bertamu. Aku masuk ke rumahmu dengan permisi.
Tapi sayang sekali, aku bukanlah tamu baik yang bisa menjaga sikap. Aku bahkan berani memasuki sebuah ruangan yang tidak boleh dimasukki. Aku bahkan mengambil beberapa kenangan di dalam sana. Mengabadikan momen lalu berharap suatu saat sukacita ini berbuah manis.
Angan ku saja yang terlalu jauh.
Usaha pun tidak ada selama ini.
Tidak ada ada kode yang ku sampaikan bisa dia rasakan. Dia bukan manusia yang mau repot mengartikan semuanya. Lagipula untuk apa mengartikan kode dari ku? Toh, dia sudah memiliki orang lain yang sudah berarti baginya.
Aku rasa jika aku mati sekalipun, dia tidak akan terlalu bersedih. Mungkin dia hanya akan berkabung sebentar lalu melupakan ku. Sudahlah, di sini hanya hati ku yang tercuri dan dia tidak.
Di sudut hatimu itu tidak akan pernah terisi oleh aku yang bukan siapa-siapa.
✦✦