“Apa
kau sudah siap?” tanya yui, istri kedua ayahku.
“Yah, aku sudah siap. Bagaimana
dengan sekolahku?”
“Ayahmu
sudah mengurusnya. Disana kau bisa bersekolah disekolah manapun yang kau suka,
mungkin dalam 2-3 hari setiba disana.”
“Baiklah.”
“Haaaaaaaaaa?”
“Hari
ini, takishima sudah tidak bersekolah disini lagi.”,“Tapi kenapa takishima pindah
mendadak seperti ini?.”Hee apa kau tidak melihat wajah si yumeno? Dia
sepertinya sudah menyakiti takishima.” bisik-bisik mulai terdengar ketika aku sudah tidak ada disana.
Emi berjalan cepat menuju yumeno dan berteriak padanya, yumeno hanya bisa diam, ia terlihat sedih atas ucapannya kemarin.“Apa
yang kau lakukan pada kaori, hah? Apa kau sudah pantas untuk mematahkan
hatinya? Padahal dia belum pernah mengatakan apapun kepadamu. Ia bahkan belum
memulai semuanya. Tapi kau, kau malah membuatnya seperti ini.”
“Aku
.. aku juga tidak berfikir untuk menyakitinya. Hanya saja . . hanya saja aku sedang mencoba membuatnya
mengerti.”
“Hoy
yumeno, apa kau merasa kau telah mengerti kaori? Kau salah, kau bahkan belum
sama sekali mengenal kaori.”
Yumeno
terdiam mendengar ucapan emi, tubuhnya gemetar.
“Kau
benar, tapi setidaknya aku sudah tahu sedikit tentangnya.”
Emi
meninggalkan yumeno dan mulai berlari meninggalkan sekolah, dia sama sekali
tidak peduli jika sekarang masih jam sekolah. Ia berlari sekencang mungkin
menuju rumah kaori, namun sesaat, ia menghentikan langkahnya. Emi tertunduk
lalu menangis.
“Aku
salah, aku bahkan juga tidak terlalu mengenal kaori. Bahkan aku tidak tahu
dimana rumahnya. Apakah aku sanggup untuk menjadi temanmu? Maafkan aku, kaori.
Aku belum bisa menjadi temanmu yang baik.” Emi berlari secepat mungkin tanpa
tujuan.
Aku
sudah siap dengan persiapanku, aku juga memasukkan beberapa foto ibu ke dalam
tasku. Aku masih sedih bila mengingat kejadian kemarin. Tapi kejadian itu
membuatku sadar, bahwa ini adalah langkah awalku untuk sesuatu yang baru.
“Ayo
kaori. Ayah sudah menunggu.”
“Baiklah...”
Bagaimana
ini? Aku harus memulai semuanya lagi dari awal. Apa aku harus lari dan bersikap
seolah-olah aku dalam keadaan baik saja? Tidak.. aku tidak bisa lari lagi, aku
sudah tidak bisa lari dari kenyataan bahwa aku memang akan menemui kesulitan
dalam hidup ini. Bila aku selama ini cukup menderita, ya biarkanlah. Aku tidak
harus merasa bahwa aku akan selamanya terkurung dalam rasa sakit. Aku harus
berhenti mengutuk diriku. Yahh ... aku harus berhentu, tapi kenapa aku masih saja
tetap setia dengan warna yang aku lihat dari hari itu, semuanya terlihat abu-abu dimataku.
-
“Selamat
datang, tuan takishima.”
“Selamat
datang, nyonya yui.”
“Selamat
datang, nona kaori ... Mari saya antarkan ke kamar anda.”
Aku
disambut dengan baik dirumah ini. Semuanya terlihat senang melihat
kedatanganku. Dari bawah, aku bisa melihat kakakku yang juga menunggu kedatangan
kami. Kakakku memang orangnya sedikit tertutup, ia jarang bicara, ia juga tidak
pernah menunjukkan emosinya.
“Ini
kamarnya nona, silahkan istirahat dulu. Jika mau saya akan bawakan teh dan
beberapa cemilan untuk anda.”
“Haaa
terima kasih. Tapi sepertinya aku akan mandi dulu.”
“Baiklah,
saya permisi.”
Dan
disinilah aku, hampir 10 tahun aku tidak berada dirumah ini. Kamarku masih
seperti yang dulu, hanya saja beberapa properti lama seperti kotak mainan dan
baju-baju kecilku dulu sudah tidak ada lagi. Aku masih bisa melihat taman
belakang dari jendela ini, tidak banyak perubahan dirumah ini, hanya saja aku
merasa keluarga ini tidak lengkap tanpa kehadiran ibu.
“Apa aku keterlaluan
karena tidak memberitahu emi tentang kepindahanku?”
Yumeno
tampak murung, ia sangat tidak bersemangat untuk latihan hari ini. Emi yang
melihatnya pun ikut merasakan kesedihannya.
“Jika
kau merasa tidak enak badan, lebih baik kau pulang.”
“Tidak,
aku baik-baik saja.”
Makan
malam kali ini sungguh terlihat mewah, ayah merayakan kepulanganku dengan semua
orang dirumah ini. Sebenarnya aku sedikit kasihan melihat ayah dan ibu tiriku,
selama mereka menikah, mereka sama sekali belum punya anak. Ayah bukanlah tipe
orang yang sering menunjukkan perasaannya didepan orang banyak, tapi aku tahu
bahwa ayah selam ini kesepian. Begitu juga dengan kakakku, aku tidak tahu apa
yang sudah dia alami selama kami berpisah. Aku juga tidak mempunyai begitu
banyak kenangan tentang dia, ibu juga jarang bercerita tentang apa saja yang
sudah kami lewati berdua.
“Kaori..”
“Yah
ayah?”
“Berkas
dari sekolah lamaku sudah tiba, apa kau sudah siap untuk bersekolah disekolah
yang baru? Tapi jika kau merasa belum ingin kembali ke sekolah biasa, mungkin
kita bisa mengambil homeschool saja.”
Pertanyaan
ayah membuatku gemetar, aku takut. Aku takut jika nanti akan sama saja. Aku
takut jika nanti rasa sakitku akan semakin bertambah.
“Tidak
perlu ayah, aku sudah menetapkan sekolah yang ingin aku masuki. Lagipula aku
hanya ingin menyelesaikan SMPku disini.”
“Apa
maksudmu? Apa kau tidak tidak ingin SMA disini?” ayah menghentikan makannya dan
mulai menunjukkan perasaan takut. Entah apa yang dipikirkannya, namun
sepertinya ia takut aku meninggalkannya lagi.
“Aku
sudah memutuskan untuk menyelesaikan SMP disini, bersamamu. Jika aku sudah
baik-baik saja, mungkin aku akan melanjutkan masa SMA ditempat yang jauh.
Lagipula aku tidak mungkin terus-terusan berada dibawah perlindungan dan nama
ayah. Bukan berarti aku tidak menyukai keluarga ini, hanya saja aku tidak ingin
menggantungkan harapanku terlalu banyak dengan keluarga ini. Ayah, ibu, ibu
tiri dan kakak cukup melihatku dan menasihatiku saja dari jauh. Jika aku sudah
mulai kehilangan dan salah arah, kalian boleh memukulku sekeras mungkin. Tapi
untuk sekarang, berikanlah aku beberapa saat untuk memahami sebentar tentang
keluarga ini, aku masih belum mengenal secara jelas tentang keluarga ini.
Karena itulah, aku ingin ayah mendukungku.” penjelasanku membuat ayah tertunduk.
Aku tahu bahwa apa yang aku katakan itu salah. Tapi aku harus mulai meyakinkan
perasaanku, aku tidak ingin salah langkah lagi.
“Ayah...
tolong dukung keputusanku ini.” aku meninggalkan meja makan dan masuk kedalam
kamarku. Aku memeluk lututku dan menenggelamkan wajaku, aku harus kuat. Aku
tidak boleh menunjukkan perasaanku lagi. Apapun yang terjadi aku harus tetap
seperti ini.
Cuaca
pagi ini sangat menyejukkan, cahaya matahari masuk dari celah kecil ventilasi
kamarku.
“Nona,
persiapan sekolah anda saya letakkan diatas tempat tidur anda. Sarapan juga
sudah siap.”
“Baiklah,
terima kasih.”
Hari
ini aku memulai semuanya lagi dari awal, hari ini aku menjadi kaori yang baru.
Jika kemarin-kemarin aku sudah nyaman dengan perasaanku yang tidak menentu,
maka hari ini adalah awalku untuk bersikap. Aku tidak akan lagi menunjukkan
kelemahanku pada siapapun, sekarang bagiku yang terpenting adalah tetap
berjalan kedepan dan berhenti untuk menoleh kebelakang,
Di sekolah ...
Aku
mulai berjalan dikoridor yang masih asing bagiku, aku kemabli mendengar hiruk
pikuk suasana pagi hari. Suara tertawa beberapa murid yang lewat didepanku. Dan
juga teriakan guru yang mencoba menghentikan muridnya ...
“Watabaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!
Kembaliiiiiiiiii!!!!” teriak seorang guru dari kejauhan.
“Hey
kau, tolong tangkap diaaaaa!!!!” teriak guru itu padaku
“Hahhh?
Aku? B.. Baiklah!”
Aku
mencoba menghadang siswa yang berlari kencang kearahku dan .... ia menabrakku.
“Apa
kau bodoh? Jangan meng ... hahhhhhhhhhhhhh hidungnya berdarah?”
“Hah?
Eh hidungku? BERDARAHHHHH!!!!!”
Yah
itulah kejadian pertamaku disekolah, dan bagiku ini adalah awal dari semuanya.
Semuanya dimulai sejak hidungku berdarah ...
Posting Komentar