#3



“Apa kau sudah siap?” tanya yui, istri kedua ayahku.
            “Yah, aku sudah siap. Bagaimana dengan sekolahku?”
“Ayahmu sudah mengurusnya. Disana kau bisa bersekolah disekolah manapun yang kau suka, mungkin dalam 2-3 hari setiba disana.”
“Baiklah.”
“Haaaaaaaaaa?”
Hari ini, takishima sudah tidak bersekolah disini lagi.”,“Tapi kenapa takishima pindah mendadak seperti ini?.”Hee apa kau tidak melihat wajah si yumeno? Dia sepertinya sudah menyakiti takishima.” bisik-bisik mulai terdengar ketika aku sudah tidak ada disana.

Emi berjalan cepat menuju yumeno dan berteriak padanya, yumeno hanya bisa diam, ia terlihat sedih atas ucapannya kemarin.“Apa yang kau lakukan pada kaori, hah? Apa kau sudah pantas untuk mematahkan hatinya? Padahal dia belum pernah mengatakan apapun kepadamu. Ia bahkan belum memulai semuanya. Tapi kau, kau malah membuatnya seperti ini.” 
“Aku .. aku juga tidak berfikir untuk menyakitinya. Hanya saja . .  hanya saja aku sedang mencoba membuatnya mengerti.”
“Hoy yumeno, apa kau merasa kau telah mengerti kaori? Kau salah, kau bahkan belum sama sekali mengenal kaori.”
Yumeno terdiam mendengar ucapan emi, tubuhnya gemetar.

“Kau benar, tapi setidaknya aku sudah tahu sedikit tentangnya.”

Emi meninggalkan yumeno dan mulai berlari meninggalkan sekolah, dia sama sekali tidak peduli jika sekarang masih jam sekolah. Ia berlari sekencang mungkin menuju rumah kaori, namun sesaat, ia menghentikan langkahnya. Emi tertunduk lalu menangis.

“Aku salah, aku bahkan juga tidak terlalu mengenal kaori. Bahkan aku tidak tahu dimana rumahnya. Apakah aku sanggup untuk menjadi temanmu? Maafkan aku, kaori. Aku belum bisa menjadi temanmu yang baik.” Emi berlari secepat mungkin tanpa tujuan.

Aku sudah siap dengan persiapanku, aku juga memasukkan beberapa foto ibu ke dalam tasku. Aku masih sedih bila mengingat kejadian kemarin. Tapi kejadian itu membuatku sadar, bahwa ini adalah langkah awalku untuk sesuatu yang baru.
“Ayo kaori. Ayah sudah menunggu.”
“Baiklah...”
Bagaimana ini? Aku harus memulai semuanya lagi dari awal. Apa aku harus lari dan bersikap seolah-olah aku dalam keadaan baik saja? Tidak.. aku tidak bisa lari lagi, aku sudah tidak bisa lari dari kenyataan bahwa aku memang akan menemui kesulitan dalam hidup ini. Bila aku selama ini cukup menderita, ya biarkanlah. Aku tidak harus merasa bahwa aku akan selamanya terkurung dalam rasa sakit. Aku harus berhenti mengutuk diriku. Yahh ... aku harus berhentu, tapi kenapa aku masih saja tetap setia dengan warna yang aku lihat dari hari itu, semuanya terlihat abu-abu dimataku.
-
“Selamat datang, tuan takishima.”
“Selamat datang, nyonya yui.”
“Selamat datang, nona kaori ... Mari saya antarkan ke kamar anda.”
Aku disambut dengan baik dirumah ini. Semuanya terlihat senang melihat kedatanganku. Dari bawah, aku bisa melihat kakakku yang juga menunggu kedatangan kami. Kakakku memang orangnya sedikit tertutup, ia jarang bicara, ia juga tidak pernah menunjukkan emosinya.
“Ini kamarnya nona, silahkan istirahat dulu. Jika mau saya akan bawakan teh dan beberapa cemilan untuk anda.”
“Haaa terima kasih. Tapi sepertinya aku akan mandi dulu.”
“Baiklah, saya permisi.”
Dan disinilah aku, hampir 10 tahun aku tidak berada dirumah ini. Kamarku masih seperti yang dulu, hanya saja beberapa properti lama seperti kotak mainan dan baju-baju kecilku dulu sudah tidak ada lagi. Aku masih bisa melihat taman belakang dari jendela ini, tidak banyak perubahan dirumah ini, hanya saja aku merasa keluarga ini tidak lengkap tanpa kehadiran ibu.
“Apa aku keterlaluan karena tidak memberitahu emi tentang kepindahanku?”

Yumeno tampak murung, ia sangat tidak bersemangat untuk latihan hari ini. Emi yang melihatnya pun ikut merasakan kesedihannya.
“Jika kau merasa tidak enak badan, lebih baik kau pulang.”
“Tidak, aku baik-baik saja.”

Makan malam kali ini sungguh terlihat mewah, ayah merayakan kepulanganku dengan semua orang dirumah ini. Sebenarnya aku sedikit kasihan melihat ayah dan ibu tiriku, selama mereka menikah, mereka sama sekali belum punya anak. Ayah bukanlah tipe orang yang sering menunjukkan perasaannya didepan orang banyak, tapi aku tahu bahwa ayah selam ini kesepian. Begitu juga dengan kakakku, aku tidak tahu apa yang sudah dia alami selama kami berpisah. Aku juga tidak mempunyai begitu banyak kenangan tentang dia, ibu juga jarang bercerita tentang apa saja yang sudah kami lewati berdua.
“Kaori..”
“Yah ayah?”
“Berkas dari sekolah lamaku sudah tiba, apa kau sudah siap untuk bersekolah disekolah yang baru? Tapi jika kau merasa belum ingin kembali ke sekolah biasa, mungkin kita bisa mengambil homeschool saja.”
Pertanyaan ayah membuatku gemetar, aku takut. Aku takut jika nanti akan sama saja. Aku takut jika nanti rasa sakitku akan semakin bertambah.
“Tidak perlu ayah, aku sudah menetapkan sekolah yang ingin aku masuki. Lagipula aku hanya ingin menyelesaikan SMPku disini.”
“Apa maksudmu? Apa kau tidak tidak ingin SMA disini?” ayah menghentikan makannya dan mulai menunjukkan perasaan takut. Entah apa yang dipikirkannya, namun sepertinya ia takut aku meninggalkannya lagi.
“Aku sudah memutuskan untuk menyelesaikan SMP disini, bersamamu. Jika aku sudah baik-baik saja, mungkin aku akan melanjutkan masa SMA ditempat yang jauh. Lagipula aku tidak mungkin terus-terusan berada dibawah perlindungan dan nama ayah. Bukan berarti aku tidak menyukai keluarga ini, hanya saja aku tidak ingin menggantungkan harapanku terlalu banyak dengan keluarga ini. Ayah, ibu, ibu tiri dan kakak cukup melihatku dan menasihatiku saja dari jauh. Jika aku sudah mulai kehilangan dan salah arah, kalian boleh memukulku sekeras mungkin. Tapi untuk sekarang, berikanlah aku beberapa saat untuk memahami sebentar tentang keluarga ini, aku masih belum mengenal secara jelas tentang keluarga ini. Karena itulah, aku ingin ayah mendukungku.” penjelasanku membuat ayah tertunduk. Aku tahu bahwa apa yang aku katakan itu salah. Tapi aku harus mulai meyakinkan perasaanku, aku tidak ingin salah langkah lagi.
“Ayah... tolong dukung keputusanku ini.” aku meninggalkan meja makan dan masuk kedalam kamarku. Aku memeluk lututku dan menenggelamkan wajaku, aku harus kuat. Aku tidak boleh menunjukkan perasaanku lagi. Apapun yang terjadi aku harus tetap seperti ini.

Cuaca pagi ini sangat menyejukkan, cahaya matahari masuk dari celah kecil ventilasi kamarku.
“Nona, persiapan sekolah anda saya letakkan diatas tempat tidur anda. Sarapan juga sudah siap.”
“Baiklah, terima kasih.”
Hari ini aku memulai semuanya lagi dari awal, hari ini aku menjadi kaori yang baru. Jika kemarin-kemarin aku sudah nyaman dengan perasaanku yang tidak menentu, maka hari ini adalah awalku untuk bersikap. Aku tidak akan lagi menunjukkan kelemahanku pada siapapun, sekarang bagiku yang terpenting adalah tetap berjalan kedepan dan berhenti untuk menoleh kebelakang,

Di sekolah ...
Aku mulai berjalan dikoridor yang masih asing bagiku, aku kemabli mendengar hiruk pikuk suasana pagi hari. Suara tertawa beberapa murid yang lewat didepanku. Dan juga teriakan guru yang mencoba menghentikan muridnya ...
“Watabaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!! Kembaliiiiiiiiii!!!!” teriak seorang guru dari kejauhan.
“Hey kau, tolong tangkap diaaaaa!!!!” teriak guru itu padaku
“Hahhh? Aku? B.. Baiklah!”
Aku mencoba menghadang siswa yang berlari kencang kearahku dan .... ia menabrakku.
“Apa kau bodoh? Jangan meng ... hahhhhhhhhhhhhh hidungnya berdarah?”
“Hah? Eh hidungku? BERDARAHHHHH!!!!!”


Yah itulah kejadian pertamaku disekolah, dan bagiku ini adalah awal dari semuanya. Semuanya dimulai sejak hidungku berdarah ...
Share:
Designed by OddThemes | Hai